Senin, 29 Maret 2010

Diduga ada scenario politik dibalik kasus bank century

Diduga ada scenario politik dibalik kasus bank century
JAKARTA – Pernyataan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (JAM Pidsus) Marwan Effendy tentang tidak adanya perbuatan melawan hukum dalam bailout Bank Century senilai Rp 6,7 triliun terus menuai kritik. Bahkan, ditengarai pernyataan tersebut sangat kental nuansa politis.
”Itu agenda politik untuk meyakinkan publik (bahwa) di Bank Century tidak ada masalah hukum,” ujar pengamat ekonomi Ichsanudin Noorsy.
Dia mempertanyakan kejaksaan yang menyatakan bahwa masalah terletak pada penggunaan, bukan pada pengucuran dana tersebut. ”Kalau pengucuran tidak ada masalah dan penggunaan ada masalah, itu dia (JAM Pidsus) lihat dari mana? Auditnya saja belum selesai,” tegasnya.
Menurut Ichsanudin, pernyataan itu seakan hendak menggiring masuk ke wilayah manajerial Bank Century.
Direktur pelaksana Lembaga Studi Kebijakan Publik itu juga menyatakan, pernyataan tersebut dinilai tidak memenuhi etika publik. Alasannya, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) belum menyelesaikan audit investigatifnya.
Apalagi, audit itu dilakukan atas permintaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan DPR. ”User-nya (KPK dan DPR, Red) saja belum berani menyatakan itu.”
Sebagai penegak hukum, lanjut dia, seharusnya Kejagung tidak bermain kepentingan politik. ”Jangan terkesan ingin menutup-nutupi pejabat yang terlibat,” ujarnya.
Bahkan, pernyataan JAM Pidsus tersebut seolah-olah hendak menegaskan bahwa Boediono (mantan gubernur BI) dan Sri Mulyani (menteri keuangan) tidak terlibat dalam skandal itu. ”Tapi, bahasanya lain,” ungkap pengamat dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Jogjakarta tersebut.
Ichsanudin mengharapkan proses hukum tetap berjalan untuk memenuhi rasa keadilan masyarakat. Dia meminta agar Kejagung tidak mendahului audit yang masih dilakukan BPK. ”Biarkan kasusnya muncul dulu. Di mana letak kebenarannya, nanti setelah jalan prosesnya,” katanya.
Jumat (23/10), JAM Pidsus Marwan Effendy mengungkapkan bahwa tidak ada perbuatan melawan hukum dalam bailout Bank Century. Alasan yang dikemukakan Marwan, antara lain, adanya Perppu No 4 Tahun 2008 tentang Jaring Pengaman Sistem Keuangan serta parameter sistemik hanya diketahui oleh Depkeu dan BI sebagai regulator. ”Belum terlihat ada unsur pidananya di sana,” ujar Marwan (Jawa Pos, 24/10).
Ekonom anggota Indonesia Corruption Watch (ICW) Yanuar Rizki menegaskan, proses hukum terhadap skandal bailout Rp 6,7 triliun tetap harus dilanjutkan. ”Tidak ada pilihan lain, proses (hukum) harus dijalani. Perkara hasilnya bagaimana, itu nanti,” ucapnya.
Menurut dia, hal itu juga menjadi pertaruhan bagi Presiden SBY yang baru dilantik 20 Oktober lalu. Realisasi janji-janji dia tentang pemberantasan korupsi sangat ditunggu. Apalagi, kejaksaan merupakan institusi di bawah presiden. ”Kita tunggu komitmennya untuk membersihkan virus-virus dari sistem ekonomi ini,” urainya.
Yanuar juga menyayangkan pernyataan JAM Pidsus yang dinilai masih terlalu dini. Selain itu, alasan yang dikemukakan bahwa ada Perppu Nomor 4 Tahun 2008 tentang Jaring Pengaman Sistem Keuangan (JPSK) sebagai landasan dipertanyakan. ”Itu sudah dicabut,” tegasnya.
Seharusnya, penyidikan dengan serangkaian pemeriksaan harus lebih dulu dilakukan. Kemudian, dilakukan gelar perkara, sehingga hasilnya kredibel. ”Jangan sampai (skandal) menjadi BLBI kedua,” tuturnya.
Dihubungi Jawa Pos tadi malam, Marwan Effendy membantah ada penghentian kasus Bank Century yang ditangani Kejagung. Dia menegaskan, kasus Bank Century tetap berjalan dan ditangani Gedung Bundar. ”Kami masih jalan. Itu belum final,” tegasnya.
Mantan kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Jatim itu menjelaskan, pernyataannya tersebut berdasar kajian tim jaksa dan perkembangan penyidikan. ”Jadi, bukan ada SP3 (surat perintah penghentian penyidikan),” ungkapnya.
Hasilnya, sementara belum ada perbuatan melawan hukum dalam pengucuran dana Rp 6,7 triliun tersebut. Karena itu, penyidik melihat pada penggunaannya dulu. Marwan juga menjelaskan, surat perintah penyidikan tidak hanya terkait dengan bailout. ”Bagaimana mau menghentikan, itu kan satu SP-Dik, tentang Bank Century, bukan hanya bailout,” jelas jaksa kelahiran Lubuk Linggau, Sumsel, tersebut.
Dalam penyidikan itu, Kejagung telah menetapkan dua tersangka. Yakni, Hesyam Al Waraq (wakil komisaris utama) dan Rafat Ali Rizvi (pemegang saham mayoritas/pengendali). Namun, keduanya berstatus buron.
Bagaimana dengan audit BPK? Mantan Kapusdiklat Kejagung itu menyatakan siap menindaklanjuti jika BPK menyerahkan hasil audit ke kejaksaan. Namun, menurut dia, hasil audit tersebut baru sebatas info awal. ”Untuk mengetahui tindak pidana, harus ada penelitian. Termasuk, apakah bisa jadi alat bukti,” ujar Marwan.
Di bagian lain, terkait sikap Kejagung tersebut, tampaknya, KPK tetap bergeming. Komisi tetap akan melanjutkan penyelidikan skandal bailout Bank Century senilai Rp 6,7 triliun tersebut. ”Kami menghargai sikap Keja¬gung itu. Tapi, hingga kini kami masih menunggu audit BPK,” kata Juru Bicara KPK Johan Budi S.P. kemarin.
Sejauh ini, BPK memang belum memberikan hasil audit yang diminta lembaga antikorupsi itu. Yang pasti, komisi meminta untuk memeriksa seluruh aspek penyimpangan dalam skandal tersebut. Namun, hingga kini BPK belum juga merampungkan audit tersebut. Padahal, diperkirakan BPK menyerahkan hasil audit itu pada 20 Oktober lalu.
Johan mengungkapkan, kesimpulan Kejagung tersebut tentu sudah melalui mekanisme yang benar. ”Kesimpulan itu tentu sudah disertai penelitian atau penyidikan,” jelas pria asal Mojokerto tersebut.
Sebelumnya, langkah KPK menyelidiki skandal Century itu cukup mengundang simpati publik. Komisi juga pernah menjelaskan bahwa wilayah penyelidikan yang dilakukan bisa meliputi dugaan penyalahgunaan kewenangan para pejabat yang mengucurkan dana besar-besaran itu.
Sumber lain di KPK justru pesimistis lembaga antikorupsi itu melanjutkan proses hukum skandal bailout itu. ”Jangan banyak berharap kasus Bank Century itu bisa ditindaklanjuti KPK,” ungkap sumber tersebut.
Menurut informasi, internal KPK makin jarang merapatkan lagi kasus skandal di Bank Century itu. Padahal, dulu KPK telah memutuskan langkah penyelidikan skandal tersebut. Dia tak tahu mengapa komisi sekarang tak bergairah lagi menangani kasus itu.
Energi pimpinan KPK diperkirakan terkuras menghadapi desakan lain dari publik. Yakni, membongkar dugaan rekayasa kasus yang kini menyeret dua pimpinan KPK, Chandra M. Hamzah dan Bibit Samad Riyanto. Meski, soal ini, pimpinan KPK yang sekarang tak berani mengambil keputusan berarti. (Jawa Pos)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar